Sunday, September 1, 2013

Kesetiaan Yang Terbatas

Apakah itu kesetiaan? Banyak orang dapat berbicara tentang kesetiaan, dan pada umumnya mereka mengatakan, ”Oh…saya setia, dan pasti saya akan tetap setia padamu.” Tetapi kesetiaan mereka hanyalah menurut perasaan dan pikiran masing-masing. Ada banyak orang yang rindu dan selalu ingin setia, namun apa mau dikata…keinginan tinggal keinginan, namun tidak pernah menjadi kenyataan. Bagaimana lagi dengan seorang murid? Seorang murid dapat dikatakan selalu ingin setia,…harus mentaati segala sesuatu yang dikatakan oleh sang guru, semuanya dibenarkan dan siap untuk ditaati dengan setia. Bahkan tidak sedikit dari para murid yang siap berkorban secara jiwa dan raga demi kesetiaannya pada gurunya. Namun, di dalam kenyataan sehari-hari, tidak sedikit orang yang gagal dalam kesetiaannya pada guru atau pemimpinnya.

Inilah kenyataan yang dialami oleh murid-murid Tuhan Yesus…..Dan hal ini jugalah yang menjadi satu pergumulan berat bagi orang-orang yang ada dekat di sekitar Yesus. Mulai dari murid-murid sampai pada orang banyak yang sudah lama mengikuti-Nya sebagai Tuhan, termasuk saudara dan saya. Firman Tuhan berkata: “Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan!”

Namun, bagaimana dengan realitas kehidupan kita tiap-tiap hari, dapatkah kita hidup setia seperti yang dikatakan oleh firman Tuhan? Hidup setia bagaimana yang dimaksudkan oleh firman-Nya? Dalam Matius 26:69-75, berisi suatu pengajaran yang penting tentang arti kesetiaan hidup sebagai seorang murid yang percaya.
Bagian firman Tuhan ini berbicara tentang penyangkalan seorang murid besar, yaitu Simon Petrus kepada Tuhan Yesus, gurunya. Dia telah hidup cukup lama bersama-sama dengan Yesus, mengikuti kemana pun Yesus pergi, bahkan siap mati untuk Yesus. Tetapi pada akhirnya, dia menyangkali Yesus, dengan alasan bahwa ia tidak mengenal Yesus sama sekali. Penyangkalan itu dikatakannya sampai tiga kali!

Namun, jika kita memperhatikan konteks secara keseluruhannya dalam Alkitab, maka kita akan dapat melihat urutan peristiwanya secara jelas. Jadi, setelah Yesus berdoa pada malam hari di Getsemani. Lalu Yudas Iskariot pengkhianat itu membawa para musuh yang besenjata lengkap untuk menangkap Yesus. Jika kita perhatikan dengan teliti maka ada beberapa kelompok manusia yang menyaksikan dan mengikuti Yesus sebelum Dia ditangkap, dan disalibkan, antara lain:
  • Orang Yahudi, ahli taurat (Hanas & Kayafas: imam besar), dan orang Farisi: mereka adalah orang-orang yang tahu kebenaran dan firman Tuhan, tetapi mereka tidak percaya, bahkan memutarbalikkan semuanya.
  • Orang kafir : Pilatus, Herodes; mereka diberi kesempatan juga untuk mengenal Tuhan, tetapi mereka sendiri tidak mau.
  • Orang banyak : mereka mengikuti Yesus dengan motivasi yang tidak benar, mereka banyak yang meninggalkan Yesus ketika ada kesulitan hidup atau penderitaan langsung, mereka lari meninggalkan Tuhan.
  • Yudas & Petrus, murid Yesus : orang yang dekat dengan Tuhan, tiap-tiap hari bersama dengan Tuhan, tetapi juga menyangkal Tuhan.
Bagaimana dengan kesetiaan kita kepada Tuhan? Di depan orang kita bermulut manis, di depan hamba Tuhan kita kelihatan rohani; tetapi saya mau katakan kita harus senantiasa mengoreksi kesetiaan kita kepada Tuhan, apakah kita tetap dalam garis kesetiaan-Nya ataukah kita sudah jauh dari hidup dalam kesetiaan! Kita jangan bermain-main dengan Tuhan, para pendahulu kita yang lebih rohani pun (tokoh Kristen/teolog, hamba Tuhan/pendeta, pelayan Tuhan/majelis/pengurus gereja), bisa gagal, demikian juga dengan kita mempunyai potensi yang sama untuk bisa gagal. Banyak orang yang senang bersandiwara, pada saat memuji dan menyembah Tuhan begitu sungguh-sungguh, bahkan pada saat perjamuan kudus, menangis ingat karya Tuhan Yesus, pada saat ibadah penuh dengan hadirat Tuhan. Tetapi setelah semuanya selesai, semua juga selesai berlalu begitu saja! Anugerah Tuhan menjadi murahan: kita berbuat dosa, dan minta ampun, kemudian buat dosa lagi minta ampun lagi. Kalau demikian cara hidup kita, tidak ada bedanya dengan bangsa Israel yang selalu berontak melawan Allah ketika keluar dari tanah perbudakan menuju Tanah Perjanjian. Kita menjadi keras kepala, penuh persungutan, dan ketidakpuasan dalam hidup kita. Untuk itu firman Tuhan menasihatkan kita dalam Galatia 6:7, “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diriNya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.” Berhati-hatilah, mungkin kita tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh hamba Tuhan, karena masih muda, atau pun karena pernah gagal, bahkan mungkin sebaliknya, kita malah menceritakan keburukannya di belakangnya, sehingga kita jatuh dalam dosa!

Kesetiaan kita terbatas, kita tidak bisa hanya dengan bibir mulut kita saja mengatakan, “setia, setialah, setia sampai mati,” tanpa menjalankan kesetiaan itu dalam kehidupan kita setiap saat. Sebab arti kesetiaan tidak dapat dipisahkan dengan kata “percaya,” dan percaya juga artinya kita taat tiap-tiap hari pada firman-Nya. Kalau kita memang benar-benar sungguh-sungguh mengikut Tuhan, itu pasti jelas akan kelihatan dan buahnya juga pasti akan nampak kepada orang lain. Sebab yang menilai diri kita, bukan hanya diri kita sendiri tetapi orang lain dan yang paling penting adalah Allah sendiri yang menilai kita dalam hidup keseharian kita. Tuhan mau kita hidup setia. Setia pada firmanNya, mengandalkan Dia, dan selalu siap untuk dikoreksi melalui firman Tuhan. Marilah kita terus setia tiap-tiap hari dalam kehidupan kita sampai Kristus Datang Ke-2x dan mengatakan kepada kita masing-masing: “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik; engkau telah setia dalam perkara kecil, karena itu terimalah kekuasaan atas sepuluh kota” (Lukas 19:17) Tuhan Yesus memberkati!

No comments:

Post a Comment